Materi Sāṁkhya
Materi Sāṁkhya
a. Pendiri
dan Pokok Ajarannya
Sāṁkhya berasal dari kata Sanskṛta
‘Sāṁkhya’ (pencacahan, perhitungan). Dalam filsafat, pencacahan akurat dari
kebenaran telah ditentukan. Akibatnya, filsafat ini bernama ‘Sāṁkhya’. Mungkin
ada alasan lain bahwa salah satu arti dari ‘Sāṁkhya’ adalah musyawarah atau
refleksi atas hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran. Filsafat ini mengandung
musyawarah tersebut dan kontemplasi atas kebenaran.
Dalam
persepsi filsafat, Pratyaksh (persepsi langsung melalui rasa-organ), Anumān
(inferensi atau kognisi mengikuti beberapa pengetahuan lainnya), dan Śhabda
(kesaksian verbal) adalah tiga pramānā yang diterima (sumber pengetahuan yang
sah atau metode mengetahui benar). Misalnya, Nyāyikās (pengikut filsafat Nyāya)
telah menerima empat Pramānā, para Mimāsakās (pengikut filsafats Mimāsa) telah menerima
enam pramānā.
Demikian
pula, dalam filsafat Sāṁkhya, tiga Pramānā telah diterimanya. Pendiri dari
sistem filsafat ini adalah Mahaṛṣi Kapila Muni, yang dikatakan sebagai putra
Brahma dan Avatāra dari Viṣṇu. Pada sistem Sāṁkhya tak ada penyelidikan secara
analitik ke dalam alam semesta, seperti keberadaan yang sesungguhnya yang
merupakan susunan menurut topik-topik dan kategori-kategori, namun terdapat
suatu sistem tiruan yang diawali dari satu Tattva atau prinsip mula-mula atau
Prakṛti, yang berkembang atau yang menghasilkan (prakaroti) sesuatu yang lain.
Sad Darśana
Sāṁkhya Darśana, Pendiri, Pokok Ajaran, Purusa dan Prakrti .Sāṁkhya Darśana didirikan oleh Mahaṛṣi
Kapila Muni, ini adalah filsafat yang paling kuno. Filsafat ini dibangun oleh Rṣi
Kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh Ishwar Krishna disebut ‘Sānkhyakārika’
adalah sumber terpercaya prinsip pengetahuan dalam filsafat ini. Hal ini
ditulis dalam Aryan Chand (sejenis puisi Sanskṛta kuno) dan berisi 72 Karikas
(koleksi memorial ayat tentang topik filosofis) yang menerjemahkan Sāṁkhya
Siddhant (Doktrin Sāṁkhya) yang jelas dan eksplisit.
Para ahli
merasa bahwa beberapa orang mungkin telah belajar menulis Sāṁkhya Sūtra dan
Sūtra Sānkhyasamās dalam nama Rṣi Kapila, karena tidak ada yang menyebutkan bahwa
dua teks tersebut ditulis pada 1500 SM. Oleh karena itu, apa pun pengetahuan
yang kita dapat dari ajaran Sāṁkhya sekarang didasarkan pada Sāṁkhya Karikas.
Ajaran Sāṁkhya merupakan filsafat yang menerima 24 Kebenaran dari Prakṛti (Alam
benda) dan 25 kebenaran Puruṣa (Jiwa).
b.
Memahami Konsep Puruṣa dan Prakṛti
Seperti yang
telah disinggung di atas, Sāṁkhya mempergunakan 3 sistem atau cara mencari
pengetahuan dan kebenaran, yaitu Pratyakṣa (pengamatan langsung), Anumāṇa
(penyimpulan), dan Apta Vākya (penegasan yang benar). Kata Apta artinya
‘pantas’ atau ‘benar’ yang ditunjukkan kepada wahyu-wahyu Veda atau guru-guru
yang mendapatkan wahyu. Sistem Sāṁkhya umumnya dipelajari setelah sistem Nyāya,
karena ia merupakan sistem filsafat yang hebat, di mana para filsuf barat juga
sangat mengaguminya, karena secara pasti ia menekankan pluralitas dan dualitas,
karena mengajarkan bahwa ada Puruṣa atau roh yang banyak sekali. Sāṁkhya
menyangkal bahwa suatu benda dapat dihasilkan melalui ketiadaan.
Prakṛti dan
Puruṣa adalah Anādi (tanpa awal) dan Ananta (tanpa akhir;tak terbatas).
Ketidakberbedaan (Aviveka) antara keduanya merupakan penyebab adanya kelahiran
dan kematian. Perbedaan antara Prakṛti dan Puruṣa memberikan Mukti
(pembebasan). Baik Prakṛti maupun Puruṣa adalah Sat (nyata). Puruṣa bersifat
Asaṅga (tak terikat) dan merupakan kesaḍaran yang meresapi segalanya dan abadi.
Prakṛti
merupakan si pelaku dan si penikmat, yang tersusun dari asas materi dan rohani
yang memiliki atau terpengaruh oleh 3 Guṇa atau sifat, yaitu Sattvam, Rājas dan
Tamas. Prakṛti artinya ‘yang mula-mula’, yang mendahului dari apa yang dibuat
dan berasal dari kata ‘Pra’ (sebelum), dan ‘Kri’ (membuat yang mirip dengan
Māyā dan Vedānta. Prakṛti merupakan sumber dari alam semesta dan ia juga disebut
Pradhāna (pokok), karena semua akibat ditemukan padanya dan juga merupakan
sumber dari segala benda.
Pradhāna dan
Prakṛti adalah kekal, meresapi segalanya, tak dapat digerakkan dan cuma satu
adanya. Ia tak memiliki sebab tapi merupakan sebab dari suatu akibat. Prakṛti
hanya bergantung pada aktivitas dari unsur pokok Guṇa-nya sendiri. Ke-3 Guṇa
tersebut tak pernah dan saling menunjang satu sama lainnya, serta saling
bercampur. Ia membentuk substansi Prakṛti. Akibat dari pertemuan antara Puruṣa
dan Prakṛti timbullah ketidakseimbangan tri guṇa tersebut yang menimbulkan
evolusi atau perwujudan. Prakṛti berkembang di bawah pengaruh Puruṣa. Produk
awal dari evolusi Prakṛti adalah Mahat atau Kecerdasan Utama, yang merupakan
penyebab alam semesta dan selanjutnya muncul Buddhi dan Ahaṁkāra. Dari Ahaṁkāra
muncul Manas atau pikiran, yang membawa perintah-perintah dari kehendak melalui
organ-organ kegiatan (Karma Indriya).
Sattvam
merupakan keseimbangan, sehingga apabila Sattvam lebih berpengaruh, terjadilah
kedamaian atau ketenangan. Rājas merupakan aktivitas, yang dinyatakan sebagai
Rāga-Dveṣa, yaitu suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau
memuakkan. Tamas merupakan belenggu dengan kecenderungan kelesuan, kemalasan,
dan kegiatan yang dungu atau bodoh, yang menyebabkan khayalan atau Aviveka
(tanpa perbedaan). Sāṁkhya menerima teori pengembangan dan penyusutan, di mana
sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan pengembangan dari
suatu substansi yang sama.
Gambaran
sentral dari filsafat Sāṁkhya adalah bahwa akibat benar-benar ada sebelumnya di
dalam penyebab, seperti seluruh keberadaan pepohonan yang dalam keadaan
terpendam atau tertidur dalam benih (biji), demikian pula seluruh alam raya ini
ada dalam keadaan tertidur dalam Prakṛti, yaitu Avyakṛta (tak terbedakan).
Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang proses pengembangan dan
penyusutan, Sāṁkhya menguraikannya sebagai berikut: dari pertemuan antara Puruṣa
dan Prakṛti, timbullah Mahat (yang agung), yang merupakan benih alam semesta,
di mana segi psikologinya disebut sebagai Buddhi, yang memiliki sifat-sifat
kebajikan, pengetahuan, tidak bernafsu. Perbedaan antara Mahat dan Buddhi
adalah, Mahat merupakan asas kosmis sedangkan Buddhi merupakan asas kejiwaan
(merupakan unsur kejiwaan tertinggi). Dari Buddhi timbullah Ahaṁkāra yang
merupakan asas individuasi atau asas keakuan, yang menyebabkan segala sesuatu
memiliki latar belakang sendiri-sendiri.
Perkembangan
kejiwaan yang pertama adalah Ahaṁkāra adalah Manas yang merupakan pusat indra
yang bekerja sama dengan indra-indra yang lain mengamati kenyataan di luar
badan manusia. Tugas Manas adalah untuk mengkoordinir rangsangan-rangsangan
indra, dan mengaturnya sehingga menjadi petunjuk dan meneruskannya kepada Ahaṁkāra
dan Buddhi. Sebaliknya, Manas juga bertugas meneruskan putusan kehendak Buddhi
kepada peralatan indra yang lebih rendah. Buddhi, Ahaṁkāra dan Manas secara
bersama-sama disebut sebagai peralatan bhatin atau Antaḥkaraṇa.
Perkembangan
kejiwaan yang kedua adalah Pañca Indra persepsi (Buddhendriya atau
Jñānendriya), yaitu :
Penglihatan
Pendengaran
Penciuman
Perabaan,
dan
Perasa
Perkembangan
kejiwaan yang ketiga disebut sebagai Karmendriya atau organ penggerak, yaitu :
Daya untuk
berbicara
Daya untuk
memegang
Daya untuk
berjalan
Daya untuk
membuang kotoran, dan
Daya untuk
mengeluarkan benih
Perkembangan
fisik menghasilkan asas dunia luar, yang disebut 5 unsur dan perkembangan
melalui 2 tahapan, yaitu :
Pada tahap
pertama, berbentuk unsur halus (Pañca Tanmātra) yaitu sari suara, sari raba,
sari warna, sari rasa, dan sari bau.
Pada tahapan
kedua terjadi kombinasi dari unsur-unsur halus yang menimbulkan unsur-unsur
kasar yang disebut pañca mahābhūta, yaitu :
Ākāśa
(ether, ruang)
Vāyu (udara)
Agni atau
Tejah (api/panas)
Āpah (air),
dan
Pṛthivī
(tanah).
b. Tri Guṇa
Prakṛti
dibangun oleh guṇa yaitu, Sattva, Rājas, dan Tamas. Guṇa artinya unsur, atau
komponen penyusunan. Guṇa itu tidak dapat kita amati dengan indra. Adanya itu
disimpulkan atas objek dunia ini yang merupakan akibat daripadanya. Karena
adanya kesamaan azas antara akibat dan sebab, maka dapat kita ketahui
sifat-sifat Guṇa itu dari alam yang merupakan wujud hasil daripadanya.
Semua objek
dunia ini memiliki tiga sifat yaitu sifat-sifat yang menimbulkan rasa senang,
susah, dan netral. Nyanyian burung yang menyenangkan seorang seniman,
menyusahkan orang sakit, tak berpengaruh apapun untuk orang yang acuh. Sebab
semua sifat ini merupakan akibat suatu sebab, maka sifat-sifat itu haruslah
terkandung dalam Sattva, Rājas, dan Tamas itu.
Sattva
adalah suatu Prakṛti yang merupakan alam kesenangan yang ringan, yang tenang
bercahaya. Wujudnya berupa kesadaran sifat ringan yang menimbulkan gerak ke
atas, angin dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan,
kegirangan, dan sebagainya.
Rājas adalah
unsur gerak pada benda-benda ini. Ia selalu gerak dan menyebabkan benda-benda
ini bergerak. Rajas menyebabkan api berkobar, angin berhembus, pikiran
berkeliaran ke sana ke mari. Ialah yang menggerakkan Sattva dan Tamas untuk
melaksanakan tugasnya.
Tamas adalah
unsur yang menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negatif. Ia bersifat
keras, menentang aktivitas, menahan gerak pikiran, hingga menimbulkan
kegelapan, kebodohan sehingga mengantar orang pada kebingungan. Karena
menentang aktivitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh tak acuh, atau tidur.
Ketiga guṇa
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainya karena masing-masing saling
mendukung satu sama lain sebagai satu kesatuan. Ibaratkan ‘lampu minyak’ yang
terdiri atas unsur nyala, unsur minyak, dan unsur lampunya, yang secara
sendiri-sendiri tidak akan dapat berfungsi. Dalam kaitan dengan konsep
penciptaan, pemeliharaan dan peniadaan, Sattva adalah penciptaan, Rājas adalah
pemeliharaan dan Tamas adalah peniadaan. Prakṛti dicirikan oleh adanya tiga guṇa
di atas.
Kata guṇa
artinya adalah kualitas atau sifat dari Prakṛti, tetapi tidak sekadar aspek
permukaan dari alam materiil ini, tapi hakikat intrinsik dari Prakṛti. Guṇa itu
selalu berubah dari dalam dirinya sendiri walaupun dalam keadaan keseimbangan,
hanya saja ia tidak menghasilkan apapun sepanjang keseimbangan tidak terganggu.
Bila keseimbangan terganggu maka guṇa dalam situasi Guṇaksobha, di mana
masing-masing guṇa beraksi satu sama lainnya yang disebabkan karena salah satu
guṇa secara dominan tampil walaupun tidak meniadakan guṇa lainnya, dalam
benda-benda material yang diam atau yang tidak bergerak maka yang dominan
adalah Tamas Guṇa dibandingkan dengan dua guṇa lainnya. Dalam sesuatu ang
bergerak maka Rājas Guṇa dominan dari pada dua guṇa lainnya.
Demikianlah
guṇa itu bekerja bersama-sama dalam membentuk alam semesta ini. Guṇa-Guṇa itu
dapat dimengerti dari fakta berupa ciri-ciri dari dunia materiil ini, baik
secara eksternal maupun secara internal, baik itu berupa unsur fisik atau
pikiran, yang semuanya memiliki kemampuan dalam menghasilkan kesenangan,
penderitaan atau seimbang tidak keduanya. Suatu objek yang sama barangkali
menyenangkan seseorang tapi menyakiti bagi yang lainnya atau sama sekali tidak
keduanya itu.
Seorang wanita
yang cantik akan sangat menarik bagi pacarnya, tapi akan menyakitkan wanita
lainnya yang juga tertarik pada laki-laki pacar wanita cantik itu, dan tidak
ada apa-apanya bagi orang lain yang tidak terlibat ‘kecantikan’ dari wanita
itu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan orang-orang lainnya di
sekitarnya, yang muncul dari guṇa yang ada pada dunia ini.
Dari contoh
ini kita akan dibantu dalam memahami bagaimana asal-usul dari semua fenomena
Prakṛti yang memiliki ciri-ciri yang dapat kita temukan pada objekobjek dunia
ini. Prakṛti dan produk-produk yang dihasilkannya membutuhkan guṇa tersebut
karena Prakṛti dan produknya tidak mempunyai kekuatan untuk membedakan dirinya
dengan Puruṣa. Mereka adalah objek sedangkan Puruṣa adalah subjek.
Filsafat Sāṁkhya
menyatakan bahwa keseluruhan alam semesta ini berkembang dari Guṇa, di mana
dalam keadaan ketiga Guṇa itu seimbang alami disebut Prakṛti dan dalam keadaan
tidak seimbang disebut sebagai Vikṛti, yaitu keadaan yang heterogen.
Tiga Guṇa
ini oleh filsuf Sāṁkhya yang beraliran nontheistik dinyatakan sebagai penyebab
terakhir dari aktivitas dan Tamas adalah berat dan gelap, lesu atau menutupi.
Guṇa itu tidak berbentuk dan selalu ada (omnipresent) yang dalam keadaan
seimbang menyerahkan sifat-sifatnya ke dalam yang satu dengan yang lainnya.
Dalam keadaan tidak seimbang, Rājas dikatakan sebagai pusat dari Sattva dan
Tamas, yang menghasilkan penciptaan karena memanifestasikan dirinya dengan
demikian Rājas menghasilkan pasangan-pasangan yang berlawanan. Sebaliknya Rājas
juga tergantung dari Sattva dan Tamas, karena aktivitas tidak akan terjadi
tanpa adanya objek di mana ia beraktivitas.
Dalam keadaan
memanifestasikan diri, salah satu guṇa mendominasi dua guṇa lainnya, tetapi
tidak pernah terjadi secara sepenuhnya terpisah atau absen satu sama lainnya
karena secara keseimbangan mereka bereaksi antara satu dengan yang lainnya.
Dengan pengaruh Rājas maka kekuatan Sattvika mengalami kecepatan yang tinggi
dan unit kekuatan itu terpecah menjadi bagian-bagian. Dalam tahapan tertentu
barangkali percepatan berkurang dan mereka mulai mendekat dan mendekat satu
sama lainnya. Kontraksi dari kekuatan Sattvika maka akan terbentuk Tamas, dan
dalam waktu yang bersamaan dorongan dari kekuatan aktif (Rājas) juga terjadi
pada Tamas dan dalam kontraksi itu terjadilah ekspansi yang cepat.
Dengan
demikian guṇa itu secara terus menerus mengubah keunggulan mereka mengatasi
yang lainnya. Keunggulan Sattva dari Tamas dan sebaliknya, keunggulan Sattva
pada Tamas terjadi secara bersamaan dalam proses tersebut, dan pergantian itu
terjadi pada setiap saat. Sattva dan Tamas dan dalam penampakannya merupakan
terang dan tidak berbobot sedang yang lain merupakan gelap dan berat. Tapi
pasangan ini bekerja secara bersama-sama dalam penciptaan dan peleburan seperti
halnya benda-benda bergerak dari yang halus.
Ekspansi
kekuatan energi yang tertimbun dalam bentuk-bentuk yang halus, dari mana ia
memanifestasikan dari dalam bentuk keseimbangan yang baru. Keseimbangan yang
sifatnya relatif ini merupakan suatu tahapan tertentu dari proses evolusi itu
sendiri.
Memang
kelihatannya ada suatu konflik yang berkesinambungan antara Guṇa itu, tapi sesungguhnya
ada kerjasama yang sempurna selama proses penciptaan oleh karena lewat
interaksi yang berkesinambungan itulah aliran kosmis dan kehidupan individual
terus berlangsung. Guṇa itu memiliki peranan yang sama dalam tubuh dan pikian
manusia seperti halnya yang terjadi pada alam semesta secara keseluruhan.
c. Evolusi
alam semesta.
Prakṛti akan
mengembang menjadi alam ini bila berhubungan dengan Puruṣa. Melalui perhubungan
ini Prakṛti dipengaruhi oleh Puruṣa seperti halnya anggota badan kita dapat
bergerak karena hadirnya pikiran. Evolusi alam semesta tidak mungkin terjadi
hanya karena Puruṣa, karena ia bersifat pasif. Tidak juga hal itu dapat terjadi
karena ia tanpa kesadaran. Hanya karena perhubungan Puruṣa dan Prakṛti ini
adalah seperti kerja sama orang lumpuh dengan orang buta untuk dapat keluar
hutan. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuannya.
Hubungan
antara Puruṣa dan Prakṛti menyebabkan terganggunya keseimbangan dalam Tri Guṇa.
Yang mula-mula tergantung ialah Rājas dan menyebabkan Guṇa yang lain ikut
terguncang pula. Masing-masing Guṇa itu berusaha mengatasi kekuatan Guṇa
lainnya. Maka terjadilah pemisah dan penyatuan Tri Guṇa itu yang menyebabkan
munculnya objek yang kedua ini. Yang pertama terjadi dari Prakṛti ialah Mahat
dan Buddhi. Mahat adalah benih besar alam semesta ini sedangkan Buddhi adalah
unsur intelek.
Fungsi
buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan segala apa yang
datang dari alat-alat yang lebih rendah daripadanya. Dalam keadaannya yang
murni ia bersifat dharma, jñana, vāiragya, dan aiṣarya yaitu kebijakan,
pengetahuan, tidak bernafsu, dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh.
Ahaṁkāra atau rasa aku adalah hasil Prakṛti yang kedua. Ia langsung timbul dari
mahat dan merupakan manifestasi pertama dari mahat. Fungsi Ahaṁkāra ialah
merasakan rasa aku. Dengan Ahaṁkāra sang diri merasa dirinya yang bertindak,
yang ingin, dan yang bermilik.Ada tiga macam Ahaṁkāra sesuai dengan Guṇa mana
yang lebih unggul dalam keinginan itu. Ahaṁkāra itu disebut sattvika bila unsur
Sattvam yang unggul, Rājasa bila Rājas yang unggul dan Tamasa bila Tamas yang
unggul. Dari Sattvika timbullah pañca jñanendriya, pañca karmendriya, dan
manas. Dari Tamasa lahirlah pañca tanmātra sedangkan Rājasa memberikan tenaga
baik pada Sattvika maupun Tamasa untuk mengubah manas berfungsi menuntun
alat-alat tubuh untuk mengetahui dan bertindak.
Pañca
tanmātra adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa, dan bau. Semuanya
ini hanya diketahui orang akibat yang ditimbulkannya, sedangkan ia sendiri tidak
dapat dikenal karena amat halusnya. Dari semua anasir kasar itu berkembanglah
alam semesta ini dengan segala isinya, namun perkembangan ini tidak menimbulkan
azas-azas baru lagi seperti dalam perkembangan Mahat. Suatu azaz lagi setelah
terbentuknya alam semesta ini, belumlah sempurna sampai di situ, sebab ia
memerlukan adanya dunia roh yang menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini.
Bila roh nyata ada, maka perlulah adanya penyesuaian moral, kenikmatan, dan
kesusahan hidup ini. Evolusi Prakṛti menjadi objek yang memungkinkan roh nikmat
atau menderita sesuai dengan baik buruk perbuatannya. Namun tujuan akhir
evolusi Prakṛti ialah kelepasan.
d. Ajaran
tentang Kelepasan
Hidup di
dunia ini adalah campuran antara senang dan susah. Banyak kesenangan dapat
dinikmati, banyak pula kesusahan dan sakit yang diderita orang. Bila orang
dapat menghindarkan diri dari kesusahan dan sakit, maka ia tak dapat
menghindarkan diri dari ketuaan dan kematian. Ada tiga macam sakit dalam hidup
ini yaitu Adhyātmika, Adhibāutika, dan Adhidāivika.
Adhyātmika
adalah sakit karena sebab-sebab dari dalam badan sendiri seperti kerja
alat-alat tubuh yang tidak normal dan gangguan perasaan. Dengan demikian ia
merupakan gangguan perasaan. Ia merupakan gangguan jasmani dan rohani seperti sakit
kepala, takut, marah, dan sebagainya.Adhibāutika adalah sakit yang disebabkan
oleh faktor luar tubuh, seperti terpukul, kena gigitan nyamuk, dan sebagainya;
dan Adhidāivika adalah
sakit karena tenaga gaib seperti setan, hantu dan lain-lainnya.
Tidak ada
seorang pun yang ingin menderita sakit, semuanya ingin hidup bahagia lepas dari
susah dan sakit. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Selama orang masih
berbadan lemah, selama itu suka dan duka, sakit dan sehat selalu berdampingan.
Dengan demikian kita perlu bercita-cita hidup bersenang-senang selalu, cukup
hidup biasa-biasa saja dengan berusaha melepaskan penderitaan atas dasar
pikiran sehat.
Dalam ajaran
Sāṁkhya kelepasan itu adalah penghentian yang sempurna dari semua penderitaan.
Inilah tujuan terakhir dari hidup kita. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memperingan hidup kita, namun tidak dapat melepaskan kita dari penderitaan
sepenuh-penuhnya. Sāṁkhya mengajarkan bahwa cara mencapai kelepasan itu ialah
melalui pengetahuan yang benar atas kenyataan dunia ini. Tiadanya pengetahuan
itulah yang menyebabkan orang menderita.
Dalam banyak
hal orang-orang yang tidak punya pengetahuan tentang hukum alam dan hukum
kehidupan terbentur pada masalah yang membawanya pada kesedihan. Berbeda halnya
orang-orang yang berpengetahuan akan menerima dan menikmati kenyataan itu tidak
sempurna, maka ia tidak lepas dari penderitaan sepenuhnya. Kelepasan itu hanya
akan dicapai bila pengetahuan orang akan kenyataan itu sudah sempurna.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda